Ust. Muhammad Aniez, 38 tahun, siang itu tampak berada di lingkungan Pesantren Attarbiyyatul Wathoniyah (PATWA) Mertapada. Kedatangannya bukan hanya untuk bersilaturrahmi, ia juga mengikuti acara Ngecor Bagunan Rumah Lantai 2 milik Kiai, Rabu (4/10).
Beberapa Pengurus dan Dewan Guru Yayasan PATWA kali ini awalnya KH Aying Zamharir, KH Aab Abdullah, Ust H Abdul Warist, Ust. Syamsuddin. Namun belakangan yang hadir lebih banyak dari itu.
Diantara orang-orang besar itu, pria yang merupakan Alumni MAAI Mertapada tahun 2000 ini tidak mau kalah. Warga desa Kepuh, Palimanan, Cirebon ini berangkat pagi-pagi, bersama saudaranya yang juga merupakan santri PATWA. Pak Anis, sapaan akrabnya, berangkat mengendarai sepeda motor, pukul 08.00 WIB. Ia tiba di lokasi pukul 08.30 WIB.
Sesampai di lokasi, suasana pengecoran sudah berlangsung sekira setengah jam yang lalu. Namun, hal itu tak menyurutkan semangat Pak Anis untuk beranjak ke lokasi pengecoran.
Perawakannya sederhana: baju hitam yang sedIkit kotor, celana panjang sampai diatas mata kaki, dan memakai topi koboy untuk mengantisipasi terik panasnya matahari.
Ditanya alasan mengapa mengikuti acara pengecoran tesebut, Pak Anis menjawab, “Tidak lain tidak bukan hanya dalam rangka berkhidmat plus ngalap barokah kiai dan guru-guru PATWA”
Pak Anis adalah salah satu dari puluhan Alumni dan santri PATWA yang beruntung bisa mengikuti acara Ngecor bangunan rumah milik KH Moh Muslikh. Orang-orang itu rela berkumpul dalam suasana khidmat pada pesantren dan kiai yang telah membesarkannya.
Kang Muslikh, punya tempat sendiri di hati Pak Anis. Ketika masih mondok di PATWA, ia menjadi salah satu orang yang banyak mengabdi kepada ayahnya, Almarhum Almaghfurlah KH Moh Afifuddin. Ia juga selalu berusaha meluangkan waktu untuk mengabdi kepada Kang Muslikh.
“Dimata saya, Kang Muslikh merupakan sosok orang tua yang mengayomi kepada siapapun”, ungkapnya.
Satu pesan Kang Muslikh yang Pak Anis pegang hingga sekarang adalah menjaga Amanah sebagai seorang santri. “Dimanapun, jika sudah bisa menjaga amanah, maka Allah akan memudahkan segalanya”, katanya.
Selama ikut pengecoran, Pak Anis tidak sama sekali merasa keluh dan kecewa. Baginya, hal ini menjadi cerita menarik dan tantangan sendri.
“Suasananya santuy dan guyub. Antara alumni dan santri yang masih mondok semuanya terasa akrab seolah semuanya seumuran. Saling canda. Pokohnya rahat…,” pungkasnya.
Abdul Basith, 23 tahun, juga tak mau melawati acara ngecor rumah kiai. Siang itu, selesai dari mata kuliah di kampusnya, ia langsung bergegas menuju lokasi acara. Baginya, hal ni menjadi memontum bagi alumni untuk dapat kembali berkhidmat di pesantren dan kiai yang telah mendidiknya.
“Kita ini sedang berkhidmat. Kalau kita tidak bisa membantu materi, kita membantunya dengan tenaga dan doa. Kalaupun tidak bisa lagi, cukup kita bantu dengan do’a”, ungkapnya.
Pewarta: Muhammad Abdul Ghoni
Penulis: Abdul Mu’izz